RADIOMUARA –
Bahwa berdasarkan ketentuan diatas, Maka SEMA 07/2012 telah sesuai dengan Pasal 34 ayat 1 UUPP dan KKMA 032/2007, sehingga Surat Kuasa Penggugat demi hukum adalah surat Kuasa Khusus yang sah dan dapat diterima di muka Pengadilan Pajak.
Perlu diketahui di dalam norma pasal 34 ayat 1 UUPP hanya mengatur secara garis besar mengenai Kuasa Hukum dan Surat Kuasa Khusus, Namun di ayat berikutnya yaitu ayat 2 dan ayat 3 pasal 34 hanya mengatur mengenai syarat-syarat menjadi Kuasa Hukum dan siapa saja yang dapat menggunakan jasa Kuasa Hukum dan kapan Kuasa Hukum tersebut diperlukan, tetapi Pasal 34 ayat 2 UUPP (“Untuk menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. warga negara Indonesia; b. mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan; c. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.”) dan Pasal 34 ayat 3 UUP (“Dalam hal kuasa hukum yang mendampingi atau mewakili pemohon banding atau penggugat adalah keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua, pegawai, atau pengampu, persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan.”) tidak mengatur lebih lanjut dan tegas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Surat Kuasa Khusus termasuk format dan keharusan mencantukan NPWP Pemberi dan Penerima Kuasa.
Karena Pasal 34 ayat 1 UUPP hanya menyebutkan satu kali mengenai Surat Kuasa Khusus tetapi tidak menjelaskan dalam penjelasannya mengenai format Surat Kuasa Khusus dan kewajiban mencantumkan NPWP Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa, Maka Mahkamah Agung telah mengatur lebih lanjut di dalam KKMA 32/2007 sebagai bentuk hukum acara yang harus dipatuhi oleh pihak yang berperkara di Pengadilan sebagaimana Penggugat telah uraikan diatas.
Selain Pasal 34 tidak mengatur format tertentu dan mengharuskan untuk mencantumkan NPWP Pemberi dan Penerima Kuasa, perlu Tergugat ketahui norma dalam Pasal 34 ayat (1) UU PP tidak mengharuskan penunjukkan satu kuasa hukum harus dengan satu surat kuasa khusus atau dengan kata lain norma tersebut tidak melarang penunjukkan lebih dari satu kuasa hukum dengan satu surat kuasa khusus dan juga tidak dilarang oleh Pasal 34 ayat 1 UUPP Jo. SEMA 7/2012 Jo. KKMA 032/2007 sehingga Surat Kuasa Khusus dari Pemberi Kuasa kepada lebih dari satu Penerima Kuasa demi hukum dapat dibenarkan.
Penggugat juga menolak Tanggapan Tergugat yang menyatakan Surat Kuasa Khusus Penggugat tidak memenuhi ketentuan Pasal 147 ayat (1), Pasal 142 ayat (1) dan Pasal 144 ayat (1) Rbg (Selanjutnya disebut “Pasal Rbg”) dan SEMA No. 2 Tahun 1959 tanggal 19 Januari 1959 (selanjutnya disebut “SEMA 2/1959), SEMA No. 5 Tahun 1962 tanggal 30 Juli 1962 (Selanjutnya disebut “SEMA 5/1962), SEMA No. 01 Tahun 1971 tanggal 23 Januari 1971 (Selanjutnya disebut “SEMA 01/1971”), SEMA No. 6 Tahun 1994 tanggal 14 Oktober 1994 (Selanjutnya disebut “SEMA 6/1994”) dikarenakan seluruh dasar hukum diatas sudah tidak berlaku.
Sedangkan Rbg adalah hukum acara yang digunakan dalam perkara perdata atau hukum formil yang digunakan untuk membuktikan hukum materil dibidang keperdataan atau dengan kata lain sama dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata yang digunakan untuk menerapkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga tidak ada kaitannya dengan hukum acara di Pengadilan Pajak untuk membuktikan sah atau tidaknya.
Surat Kuasa Penggugat. Sedangkan SEMA 2/1959 dan SEMA 5/1962 adalah SEMA yang sudah tidak berlaku dan telah dicabut dengan SEMA 01/1971 sejak tanggal 23 Januari 1971 sehingga dasar hukum tersebut tidak dapat lagi digunakan untuk menilai kebenaran Surat Kuasa Khusus Penggugat di Pengadilan Pajak. Adapun SEMA 01/1971 tidak mengatur mengenai garis besar syarat-syarat dan formulasi Surat Kuasa Khusus yang harus dipenuhi dan jika tidak dipenuhi dapat menyebabkan Surat Kuasa Khusus menjadi tidak sah, meskipun syarat-syarat dan formulasi Surat Kuasa Khusus yang disebutkan oleh Tergugat pun telah terpenuhi seluruhnya di dalam Surat Kuasa Khusus Penggugat yang mana telah menyebutkan dengan jelas dan spesifik dipergunakan untuk mengajukan Gugatan kepada Pengadilan Pajak mewakili PT Jesi Jason Surja Wibowo.
Sedangkan mengenai format Surat Kuasa Khusus di dalam Pengadilan hanya tunduk kepada Bagian E Angka 1 dan 3 Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 32 Tahun 2007 (selanjutnya disebut “KKMA 32/2007”), Pasal 57 PERATURAN, Pasal 1792 KUHPer, SEMA Nomor 2 Tahun 1991, dan SEMA Nomor 6 Tahun 1994, yang mana di dalam peraturan tersebut tidak mengatur mengenai keharusan untuk mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa pada Surat Kuasa Khusus untuk Keperluan beracara di dalam Pengadilan Pajak, tambah Alessandro Rey Kuasa Hukum Penggugat.
“Bahwa adapun contoh Surat Kuasa Khusus Penggugat yang telah penggugat gunakan di Pengadilan Pajak adalah Surat Kuasa Nomor 252/SK-SR/RnC/VIII/2020 dalam perkara mewakili Sri Roosmini pada Majelis IB, Surat Kuasa Nomor 740/SK-AAK/RnC/I/2021 dalam perkara mewakili PT Atlas Anugerah Kencana pada Majelis XIIA, Surat Kuasa Nomor 717/SK-MGP/RnC/XII/2020 dalam perkara mewakili PT Medico Global Pratama pada Majelis XVIIIB , dan Surat Kuasa Nomor 252/SK-SR/RnC/VIII/2020 dalam perkara mewakili PT Surya Bumi Sentosa pada Majelis IB. Surat Kuasa Khusus yang sama yang digunakan Penggugat tanpa mencantumkan NPWP Pemberi dan Penerima Kuasa dalam perkara dan tidak dipermasalahkan oleh Majelis Pengadilan Pajak, bahkan gugatan Penggugat dalam perkara mewakili Sri Roosmini pada Majelis IB dikabulkan untuk seluruhnya, sehingga sepatutnya Majelis Hakim VIIIA Pengadilan Pajak menyatakan Keberatan Tergugat (Tim Sidang) tidak berdasar hukum dan cenderung mengada-ada, tambah Rey mengakhiri.